Pasir putih, ombak besar yang bergulung, hangatnya sinar matahari...
Menemukan
surga di Sumatera Barat tepatnya di kawasan Kepulauan Mentawai rasanya
tak sulit. Pulau Nyang-Nyang, salah satunya. Pulau yang memenuhi
sederetan ‘maunya’ wisatawan asing maupun lokal.
Hampir seluruh
pulau di Kepulauan Mentawai sering disebut surga bagi para peselancar,
termasuk Pulau Nyang-Nyang. Pasalnya, ketika musim ombak, tinggi ombak
bisa mencapai empat meter. Biasanya terjadi pada pertengahan tahun. Jika
kapal kayu atau perahu motor penduduk enggan melaut, justru kondisi
ombak seperti inilah yang menjadi dambaan bagi para peselancar di tepi
pantai Pulau Nyang-Nyang.
Sebagian besar peselancar yang datang
adalah orang-orang kulit putih alias Bule. Demikian keterangan sejumlah
penduduk lokal yang ditemui. Keadaan ini juga berlaku di beberapa pulau
lain di sekitar Pulau Nyang-Nyang, seperti Pulau Sipora tempat ibukota
Kabupaten Mentawai berada, Pulau Karamajat, Pulau Siloinak, Pulau Mainu,
Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan.
Pulau Nyang-Nyang adalah
salah satu pulau di Kecamatan Siberut Selatan. Dari Muara Siberut,
ibukota kecamatan, perjalanan ke Pulau Nyang-Nyang dengan boat kecil
memakan waktu lebih dari satu jam sedangkan dengan boat besar
menghabiskan waktu satu setengah hingga dua jam. Perjalanan dengan boat
besar memakan waktu lebih dalam keadaan normal karena air tidak terlalu
pasang.
Boat besar yang berisi maksimal 8 orang dapat disewa
dengan harga mulai dari Rp 600.000-800.000 untuk sekali perjalanan. Oleh
karena itu, dating secara berkelompok sangat disarankan supaya biaya
perorangan menjadi lebih murah. Selain melalui Muara Siberut, Pulau
Nyang-Nyang juga dapat dicapai sekitar dua jam perjalanan dari Tuapejat,
ibukota Kabupaten Mentawai.
Pengunjung yang mendatangi pulau ini
biasanya menghabiskan waktu seminggu. Mereka menginap di rumah-rumah
penduduk dengan tarif tertentu yang jauh lebih murah bila menginap di
sebuah resort yang dibangun di pulau tersebut. Jika menginap di rumah
penduduk yang masih terbuat dari kayu dengan bentuk tertentu, tentu saja
interaksi dengan para penduduk asli menjadi kesan tambahan dalam
perjalanan wisata para pengunjung.
Selain berselancar dan
berkeliling dengan berjalan kaki ataupun dengan menggunakan boat,
pengunjung dapat melihat langsung kehidupan sehari-hari penduduk
setempat, misalnya aktivitas mencari dan membuat sagu sebagai bahan
makanan pokok atau menangkap ikan di laut.
Di sore hari,
pengunjung dapat menghabiskan waktu dengan menyeruput kelapa muda sambil
menikmati terbenamnya matahari di ufuk barat. Jangan lupa juga membeli
beberapa hasil tangkapan penduduk dari laut untuk makan malam. Meminta
tolong kepada pemilik rumah tempat menginap untuk membakar hasil
tangkapan tersebut sah-sah saja.
Tentu saja dengan imbalan
secukupnya. Di pulau ini, penduduk memang mengandalkan hasil laut
sebagai makanan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, jika tidak terlalu
suka hasil tangkapan dari laut, bawalah bekal bahan makanan khusus
ketika tiba di Kepulauan Mentawai.
Pulau Nyang-Nyang biasanya
ramai pada musim ombak. Selain ramai dengan para wisatawan dan
peselancar, pulau ini juga dipenuhi dengan penduduk dari pulau-pulau
seberang untuk menjajakan berbagai cendera mata, seperti kaus atau baju,
gelang-gelang, maupun ukiran khas Mentawai berbentuk orang yang sedang
mendayung sampan.
Keeksotisan Pulau Nyang-Nyang memang
mengesankan. Nyiur melambai dengan kemayu dengan latar belakang langit
yang biru jernih serta deburan ombak membuat ingin kembali ke Pulau
Nyang-Nyang yang perlu untuk dikenang. Namun perlu waspada, Kepulauan
Mentawai secara umum terkenal dengan hewan seperti nyamuk yang bernama
Agas. Gigitannya sangat gatal. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk
membawa lotion anti nyamuk atau sejenisnya
No comments:
Post a Comment